HSTMurakata – Dua acara kampanye di Amerika Serikat menampilkan perbedaan pandangan yang mencolok. Satu acara, Rally for Democracy atau “Reli untuk Demokrasi,” mendukung keragaman agama dan kebebasan berkeyakinan. Sementara itu, ReAwaken America Tour atau “Tur Amerika untuk Bangun Kembali,” menonjolkan dukungan kuat terhadap nasionalisme Kristen, yakni keyakinan bahwa Amerika adalah negara Kristen dan hukum di sini harus mencerminkan ajaran agama tersebut.
Di sela-sela reli ReAwaken America, Diane Bollinger, seorang peserta, menyatakan dengan bangga bahwa ia mendukung nasionalisme Kristen. “Saya senang menjadi nasionalis Kristen, karena ajaran Kekristenan mengajarkan kasih Tuhan, dan saya cinta negara saya. ‘MAGA: Membuat Amerika Berjaya Lagi,’ tidak ada yang salah dengan itu,” katanya.
Mantan presiden dan kandidat presiden Donald Trump menegaskan hal ini dalam pidatonya, dengan menyebut kampanye ini sebagai bagian dari “perang suci” melawan ateis, globalis, dan Marxis. Dia menekankan pentingnya memulihkan Amerika sebagai “satu negara di bawah Tuhan.”
Namun, banyak yang mempertanyakan klaim ini, mengingat Konstitusi Amerika Serikat tidak secara spesifik menyebutkan Kekristenan. Bahkan, konstitusi menjamin kebebasan beragama dan pemisahan antara gereja dan negara. Partai Demokrat menganggap sumpah dari para pendeta di acara ReAwaken America—yang hanya akan memilih kandidat yang percaya kepada Tuhan—merupakan pelanggaran konstitusi.
Mary Jo O’Rourke, seorang Demokrat dari Montana, menekankan perlunya para pendeta untuk mengajarkan arti sesungguhnya dari kebebasan dan keadilan bagi semua orang. Pendapatnya diamini oleh banyak pengikut Rally for Democracy, yang juga menyerukan agar pesan kasih dari ajaran Yesus tidak disalahgunakan untuk meminggirkan kelompok rentan.
Pastor Jim Wallis dari Georgetown University berkomentar bahwa gerakan nasionalisme Kristen ini bertentangan dengan ajaran Yesus. “Pesan mereka yang menyerang imigran dan memicu penderitaan bagi kaum miskin dan rentan adalah gerakan yang anti-Kristus,” katanya.
Sebuah survei dari Pew Research menunjukkan bahwa hampir separuh warga Amerika percaya Alkitab harus memengaruhi hukum negara. Namun, hanya sedikit yang berpikir bahwa agama Kristen harus menjadi agama resmi Amerika Serikat, mencerminkan adanya perdebatan kuat mengenai peran agama dalam politik dan hukum di negara ini.