HSTMurakata – Film Indonesia Tale of the Land kembali membawa nama Indonesia ke kancah internasional setelah tayang perdana di Busan International Film Festival (BIFF) 2024. Film ini terpilih dalam kategori New Currents, sebuah penghargaan bergengsi bagi karya-karya sineas muda berbakat dari Asia. Tale of the Land menjadi sorotan karena mengangkat cerita tentang masyarakat Dayak dan konflik lahan di Kalimantan Timur.
Ditayangkan pertama kali pada 4 Oktober 2024 di Busan, film ini mendapat sambutan hangat dari para penonton dan kritikus film. Sutradara Loeloe Hendra Komara bersama produser Yulia Evina Bhara dan Amerta Kusuma, serta pemeran utama Shenina Cinnamon, Arswendy Bening Swara, dan Yusuf Mahardika hadir dalam acara pemutaran tersebut.
Film ini mengisahkan perjuangan May, seorang gadis Dayak yang diperankan oleh Shenina Cinnamon, yang mengalami trauma mendalam setelah kehilangan orangtuanya akibat konflik lahan di tanah adat Dayak. May, yang tinggal bersama kakeknya di rumah terapung, menderita trauma berat hingga selalu pingsan saat menginjakkan kaki di daratan.
“Konflik ini tak hanya mengubah komunitas, tapi juga meninggalkan luka mendalam pada May,” ungkap sutradara Loeloe Hendra Komara dalam wawancara. Trauma yang dialami May menjadi pusat dari film ini, yang menunjukkan perjuangannya untuk bangkit dan mengatasi rasa takut terhadap tanah kelahirannya.
Selain menyuguhkan cerita emosional, film ini juga memperlihatkan keindahan alam Kalimantan Timur, yang sebagian besar kini rusak akibat deforestasi. Syuting Tale of the Land dilakukan 90 persen di atas air, di daerah Kota Bangun, Kalimantan Timur, yang terkenal dengan budaya dan kekayaan alam Kutai.
Film ini juga dibintangi aktor-aktor ternama seperti Angga Yunanda, Arswendy Bening Nasution, dan Bagus Ade Saputra. Penggunaan bahasa Kutai oleh Shenina Cinnamon memberikan kedalaman tersendiri pada karakter May, memperkuat hubungan emosionalnya dengan tanah kelahirannya.
Partisipasi film ini di BIFF menjadi pencapaian besar bagi industri film Indonesia, memperkuat eksistensi sinema nasional di kancah internasional. Film ini belum memiliki jadwal rilis resmi di Indonesia, namun banyak yang sudah menantikan penayangannya di bioskop Tanah Air.
Sutradara Loeloe Hendra Komara menyatakan rasa bangganya atas prestasi ini. “Ini adalah pencapaian besar bagi seluruh kru dan pemain. Saya sangat bersyukur,” ujarnya.
Penayangan perdana di BIFF ini merupakan awal yang menjanjikan bagi Tale of the Land, sebuah film yang tidak hanya mengangkat isu lokal, tetapi juga menggugah penonton dengan visual indah dan narasi kuat tentang identitas, trauma, dan hubungan manusia dengan alam.